AS-SUNNAH DAN AL-HADIS SEBAGAI SUMBER HUKUM ISLAM


A. Pengertian Hukum Islam
Hukum Islam merupakan salah satu bidang studi Islam yang paling dikenal oleh masyarakat. Hal ini atara lain karena fiqih terkait langsung dengan kehidupan masyarakat. Dari sejak lahir sampai dengan meninggal dunia manusia selalu berhubungan langsung dengan hukum (fikih).
Karena itu sifat yang kemudian menjadi ciri hukum Islam dalam artian hukum yang mengatur kehidupan umat manusia (Islam) adalah pembedaan antara ajaran ideal dan praktek factual, antara syari’ah seperti yang diajarkan ahli-ahli hukum klasik di satu pihak dan hukum positif yang berlaku di pengadilan di pihak lain.
Ketika hukum Islam disinonimkan dengan syari’ah maka ia berarti norma-norma hukum yang diwahyukan oleh Allah yang tertuanng dalam al-Qur’an dan al-hadist. Sedangkan hukum Islam ketika disinonimkan dengan fiqih, maka ia berarti norma-norma hukum hasil dari olahan al-qur’an dan al-hadist oleh para ulama.
Syari’ah diartikan sebagai keseluruhan pesan-pesan keagamaan yang ditentukn oleh Allah, baik yang ada dalam al-Qur’an maupun al-hadist terhadap orang-orang Islam. Berdasarkan uraian tersebut , syari’ah berarti mencakup seluruh pokok-pokok agama (ushul al-diin) yaitu semua yang berkaitan dengan Allah, sifat-sifatnya, hari akhir dan ilmu yang berbicara tentangnya. Namun dari sudut pandang lain syari’ah diartikan dengan sangat sederhana, ia adalah mencakup berbagai hukum Allah SWT yang berkaitan langsung dengan amal keseharian kita.
Syari’ah berasal dari bahasa Arab yang berarti “jalan yang harus diikuti”. Kata syari’ah secara harfiah berarti “jalan menuju sumber mata air”. Syari’ah bukan hanya jalan untuk mencapai keridhaan Allah, melainkan juga jalan yang dipercayai seluruh umat muslim sebagai jalan petunjuk Allah Yang Maha Pencipta melalui utusan-Nya, Rasulullah Muhammad SAW. Di dalam Islam, diyakini bahwa hanya Allah sajalah Yang Maha Kuasa dan Allah semata yang diyakini berhak menetapkan syari’ah sebagai jalan dan petunjuk kehidupan bagi umat manusia. Dengan cara demikian, hanya syari’ah sajalah yang membebaskan manusia dari perhambaan manusia kepada selain Allah. Dasar inilah yang menjadi sebab ummat Islam diwajibkan berusaha keras untuk mewuwujudkan jalan tersebut dalam kehidupannya, dan bukan malah tidak melaksanakan syari’ah. Al-Qur’an dalam surat al-jatsiyah ayat 18 menyebutkan:
Tidak ada kelompok masyarakat yang mengetahui secara paripurna mengenai pengetahuan yang diperlukan untuk memberikan petunjuk jalan bagi hidup dan kehidupan manusia.
B. Pengertian As-sunah dan Al-Hadis
Secara lughawi, as-sunah adalah jalan, perjalanan. Jika diungkapkan aku menjalaninya, berarti aku melakukan untuk kalian suatu sunnah, maka ikutlah (Sabda Rasulullah). Jika sunnah dipahami sebagai suatu hukum, maka kata sunnah tidak bisa berdiri sendiri, melainkan terkait dengan hukum apa, siapa, bagaimana, dimana, dan kapan. Kita mengenal istilah popular yaitu sunnatullah (hukum-hukum Allah). Sebagian orang menilai sunnatullah itu tempatnya di alam semesta. Alam semestra bertingkah laku sendiri menurut hukum-hukumnya. Jadi pemahaman sunnah dalam arti hukum-hukum tingkah laku tertentu melainkan berbagai istilah seperti sunnah Allah, sunnah nabi dan sunnah umat Islam. Implikasi dari pengertian sunnah-sunnah ini menyangkut persoalan manusia secara umum sejak diciptakan Nabi Adam a.s. hingga manusia yang terakhir nanti.
As-sunnah atau Al-hadist adalah sumber hukum Islam kedua setelah al-Qur’an berupa pendekatan (sunnah qauliyah), perbuatan (sunnah fi’liyah), dan sikap diam (sunnah taqririyah atau sunnah sukutiyah) rasulullah yang tercantum (sekarang) dalam kitab-kitab hadist. Ia merupakan penafsiran serta penjelasan otentik tentang al-Qur’an. Ucapan, perbuatan dan sikap diam nabi dikumpulkan tepat awal penyebaran Isam. Orang- orang yang mengumpulkan sunnah nabi (dalam kitab hadist) menelusuri seluruh jalur riwayat, perbuatan, ucapan, perbuatan dan pendiaman nabi. Hasilnya di kalangan sunni (ahlussunah wal jama’ah) sebagai sumber nilai dan norma kedua sesudah kitab suci al-Qur’an.
Sunnah dalam pengertian ahli hadist adalah sesuatu yang di dapatkan dari nabi SAW yang terdiri dari sabda, perbuatan, persetujuan, sifat fisik atau budi atau biografi baik dari masa sebelum kenabian maupun masa sesudahnya. Sunnah dalam pengertian ini sinonim dengan hadist menurut pengertian sebagian dari mereka.
Menurut istilah dari para ahli pokok agama Islam (al-ushuliyyun), sunnah ialah sesuatu yang diambil dari Nabi SAW yang terdiri dari sabda, perbuatan dari persetujuan saja.
C. Kedudukan As-sunah Pada Masa Nabi Muhammad SAW
Pada zaman Rasulallah Saw para sahabat menghadapi banyak masalah yang terjadi tadinya tidak terdapat di Arab. Misalnya masalah pengairan, keuangan, ketentraman, perkawinan, pajak, cara menetapkan hukum pengadilan dan lain-lain. Dalam menjawab hukum persoalan yang baru, para sahabat terlebih dahulu merujuk ke al-Qur’an. Bila tidak ada di sana, mereka berpindah ke al-hadist. Terhadap hadist, para sahabat sangat berhati-hati. Dalam banyak kasus diketahui bahwa para sahabat tak menerima begitu saja berita yang dinyatan berasal dari nabi. Abu Bakar r.a pernah menolak sebuah hadist yang pernah disampaikan oleh orang, kecuali kalau diperkuat oleh saksi. Umar bin AL-khattab ra pernah meminta seseorang pembawa hadist agar mendatangkan bukti bahwa berita itu benar dari nabi. Begitu juga Ali bin Abi Thallib r.a pernah meminta angkat sumpah kepada seorang yang datang membawa berita dari nabi. Bila mereka tidak menemukan teks Al-Qur’an dan Al-hadist yang menyebut secara eksplisit tentang tradisi di daerah-daerah yang sudah mapan. Mereka memutuskan persoalan hukum dengan menggerakkan akal dan pikiran (ra’yu) yang dijiwai oleh ajaran wahyu.


D. Peranan As-sunah Saat Ini
Sebuah hadist mengatakan: ”Ada pahala sebanyak 100 kesyahidan bagi orang yang mengikuti sunnahku ketika umatku rusak”.
Secara teknis, sunnah berarti jalan kehidupan nabi. Secara khusus ia mengacu kepada jalan dan praktek yang meski diikuti muslim dan pada semua perbuatan dan norma yang dia jalani dan dianjurkan tetapi tidak sampai menjadi kewajiban atas kita.
Subyek ini telah banyak dibahas oleh para ulama Islam, yang semuanya sepakat bahwa sunnah adalah jalan agama, yang seperti tangga menuju kebenaran, salah satu nama tuhan. Sunnah adalah jalan kebaikan yang membuat semua system dan prinsip, bahkan yang dibangun oleh ulama dan wali, menjadi tampak kecil, redup dan kabur jika diletakkan di samping sunnah ini. Semua ahli mistik, guru-guru spiritual dan pencari telah mengakui dan membicarakan sunnah dengan cara ini, dan karenanya mendorong semua orang agar mengikuti sunnah. Allah mengangkat nabi-nabi dan melalui mereka Dia mengungkapkan jalan yang benar. Dia mengutus Muhammad sebagai nabi terakhir, membimbingnya dalam setiap amalnya dan menyampaikan amal fard, sunnah dan mustahab, dan bahkan tata karma. Jadi orang yang berjuang untuk hidup seperti nabi akan semakin dekat dengan Allah dan memperoleh derajat dari Allah.
Di dalam al-Qur’an surah an-Najm (53) ayat 3-4 Allah berfirman:
Dia (Muhammad) tidak berbicara dengan hawa nafsunya. (apa yang disampaikannya itu) tidak lain adalah Wahyu Allah yang diturunkan kepadanya.
Telah terbukti bahwa Nabi Muhammad SAW menerima wahyu langsung dari Allah, yang membimbing semua pemikiran dan tindakannya, sehingga beliau diberi julukan Ma’shum. Ayat tersebut sekalligus menunjukkan betapa pentingnya Hadis dan Sunnah dalam menafsirkan seluruh isi pesan Al-Qur’an dan dalam membentuk tatanan kehidupan yang Islami.
Itulah sebabnya hadis merupakan sumber hukum utama kedua setelah al-Qur’an. Hadis ini agaknya merupakan wahyu Allah tersembunyi (Wahyu khafi) setelah al-Qur’an yang merupakan sumber utama syari’ah yang pertama.
E. Macam-Macam Hadist
Ulama hadist membagi hadist ke dalam tiga kategori, berdasarkan tingkat kebenarannya. Ketiga kategori ini adalah didasarkan kepada:
1. Sempurna atau cacatnya rangkaian mata rantai perawi hadist sampai ke Nabi Muhammad SAW.
2. Terbebasnya matan hadis dari cacat tersembunyi sekalipun.
3. Diterima atau ditolaknya hadis tersebut oleh para sahabat.
Kategori berdasarkan penyampaian, isnad, maka hadist dapat dikelompokkan ke dalam hadist Mutawattir: rangkaian mata rantainya sanadnya banyak, masyhur: sanadnya dua atau tiga jalur, Ahad atau Khabar al-Wahid: hadist yang sanadnya tidak bersambung. Sedangkan berdasarkan sifatnya, hadist dapat dibagi ke dalam tiga kelompok pula.
1. Hadist shahih: hadist yang diyakini kebenarannya setelah menggunakan semua bentuk pengujian secara seksama.
2. Hadist Hasan: sifatnya dapat diterima namun kedudukannya di bawah hadist sahih.
3. Hadist Dha’if: hadis yang lemah, kurang dapat diyakini kebenarannya.

F. KESIMPULAN
Hukum Islam merupakan salah satu bidang studi Islam yang paling dikenal oleh masyarakat. Hal ini atara lain karena fiqih terkait langsung dengan kehidupan masyarakat. Dari sejak lahir sampai dengan meninggal dunia manusia selalu berhubungan langsung dengan hukum (fikih).
As-sunnah atau Al-hadist adalah sumber hukum Islam kedua setelah al-Qur’an berupa pendekatan (sunnah qauliyah), perbuatan (sunnah fi’liyah), dan sikap diam (sunnah taqririyah atau sunnah sukutiyah) rasulullah yang tercantum (sekarang) dalam kitab-kitab hadist.
Sunnah adalah jalan kebaikan yang membuat semua sistem dan prinsip, bahkan yang dibangun oleh ulama dan wali, menjadi tampak kecil, redup dan kabur jika diletakkan di samping sunnah ini. 
BACA JUGA: MAKALAH SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM


DAFTAR PUSTAKA
Abuddin Nata. 2011. Metodologi Studi Islam. PT RajaGrafindo Persada. Jakarta.
Coulson. Noel.J. 1987. Hukum Islam Dalam Perspektif Sejarah. PT RajaGrafindo Persada Jakarta.
Cik Hasan Bisri. 1998. Hukum Islam dan Tatanan Masyarakat Indonesia. Jakarta. Logos.
Rolbin. 2008. Sosiologi Hukum Islam. Malang. UIN Malang-Press
Sayyid Qutb. 2003. Hadha al-Din (Inilah Agama Islam), U.S.A., I.I.F.S.O. Publicatian, United.
A. rahman I. Doi. 2002. Penjelasan Lengkap Hukum-Hukum Allah (Syari’ah). PT.RajaGrafindo Persada. Jakarta.
¬Deden Makbullah. 2011. Pendidikan Agama Islam. PT RajaGrafindo Persada. Jakarta.
Mohammad Daud Ali. 2006. Hukum Islam. PT RajaGrafindo Persada. Jakarta
Musthafa. Al-Shiba’i. 2003. Sunnah dan Peranannya Dalam Penetapan Hukum Islam. Jakarta.
Muh. Zuhri. 1997.Hukum Islam Dalam Lintasan Sejarah. PT RajaGrafindo Persada. Jakarta.
Fethullah Gulen. 2002. Memadukan Akal dan Kalbu dalam Beriman. PT RajaGrafindo Persada. Jakarta.

0 Response to "AS-SUNNAH DAN AL-HADIS SEBAGAI SUMBER HUKUM ISLAM"